A. Pengertian Tanah dan Lahan
Anda mungkin bertanya apa hubungan Pedosfer dengan tanah dan lahan?
Pedosfer atau tanah adalah lapisan kulit bumi yang tipis terletak di
bagian paling atas permukaan bumi. Lalu apa bedanya tanah dengan lahan?
Selama ini orang awam beranggapan tanah sama pengertiannya dengan lahan.
Padahal menurut konsep Geografi tanah dengan lahan memiliki perbedaan
yang mendasar.
Tanah dalam Bahasa Inggris disebut
soil, menurut Dokuchaev:
tanah adalah suatu benda fisis yang berdimensi tiga terdiri dari
panjang, lebar, dan dalam yang merupakan bagian paling atas dari kulit
bumi. Sedangkan lahan Bahasa Inggrisnya disebut
land, lahan
merupakan lingkungan fisis dan biotik yang berkaitan dengan daya
dukungnya terhadap perikehidupan dan kesejahteraan hidup manusia. Yang
dimaksud dengan lingkungan fisis meliputi relief atau topografi, tanah,
air, iklim. Sedangkan lingkungan biotik meliputi tumbuhan, hewan, dan
manusia. Jadi kesimpulannya pengertian lahan lebih luas daripada tanah.
B. Faktor-faktor Pembentuk Tanah
Ada beberapa faktor penting yang mempengaruhi proses pembentukan
tanah, antara lain iklim, organisme, bahan induk, topografi, dan waktu.
Faktor-faktor tersebut dapat dirumuskan dengan rumus sebagai berikut:
T = f (i, o, b, t, w)
Keterangan:
T = tanah b = bahan induk
f = faktor t = topografi
i = iklim w = waktu
o = organisme
Faktor-faktor pembentuk tanah tersebut akan diuraikan sebagai berikut:
1. Iklim
Unsur-unsur iklim yang mempengaruhi proses pembentukan tanah terutama ada dua, yaitu suhu dan curah hujan.
a. Suhu/Temperatur
Suhu akan berpengaruh terhadap proses pelapukan bahan induk.
Apabila suhu tinggi, maka proses pelapukan akan berlangsung cepat
sehingga pembentukan tanah akan cepat pula.
b. Curah hujan
Curah hujan akan berpengaruh terhadap kekuatan erosi dan
pencucian tanah, sedangkan pencucian tanah yang cepat menyebabkan
tanah menjadi asam (pH tanah menjadi rendah).
2. Organisme (Vegetasi, Jasad renik/mikroorganisme)
Organisme sangat berpengaruh terhadap proses pembentukan tanah dalam hal:
a. Membuat proses pelapukan baik pelapukan organik maupun
pelapukan kimiawi. Pelapukan organik adalah pelapukan yang dilakukan
oleh makhluk hidup (hewan dan tumbuhan), sedangkan pelapukan kimiawi
adalah pelapukan yang terjadi oleh proses kimia seperti batu kapur larut
oleh air.
b. Membantu proses pembentukan humus. Tumbuhan akan menghasilkan dan
menyisakan daun-daunan dan ranting-ranting yang menumpuk di permukaan
tanah. Daun dan ranting itu akan membusuk dengan bantuan jasad
renik/mikroorganisme yang ada di dalam tanah.
c. Pengaruh jenis vegetasi terhadap sifat-sifat tanah sangat nyata
terjadi di daerah beriklim sedang seperti di Eropa dan Amerika. Vegetasi
hutan dapat membentuk tanah. Vegetasi hutan dapat membentuk tanah
hutan dengan warna merah, sedangkan vegetasi rumput membentuk
tanah berwarna hitam karena banyak kandungan bahan organis yang
berasal dari akar-akar dan sisa-sisa rumput.
d. Kandungan unsur-unsur kimia yang terdapat pada tanaman
berpengaruh terhadap sifat-sifat tanah. Contoh, jenis cemara akan
memberi unsurunsur kimia seperti Ca, Mg, dan K yang relatif rendah,
akibatnya tanah di bawah pohon cemara derajat keasamannya lebih tinggi
daripada tanah di bawah pohon jati.
3. Bahan Induk
Bahan induk terdiri dari batuan vulkanik, batuan beku, batuan
sedimen (endapan), dan batuan metamorf. Batuan induk itu akan hancur
menjadi bahan induk, kemudian akan mengalami pelapukan dan menjadi
tanah.
Tanah yang terdapat di permukaan bumi sebagian memperlihatkan
sifat (terutama sifat kimia) yang sama dengan bahan induknya. Bahan
induknya masih terlihat misalnya tanah berstuktur pasir berasal dari
bahan induk yang kandungan pasirnya tinggi. Susunan kimia dan mineral
bahan induk akan mempengaruhi intensitas tingkat pelapukan dan vegetasi
diatasnya. Bahan induk yang banyak mengandung unsur Ca akan membentuk
tanah dengan kadar ion Ca yang banyak pula sehingga dapat menghindari
pencucian asam silikat dan sebagian lagi dapat membentuk tanah yang
berwarna kelabu. Sebaliknya bahan induk yang kurang kandungan kapurnya
membentuk tanah yang warnanya lebih merah.
4. Topografi/Relief
Keadaan relief suatu daerah akan mempengaruhi:
a. Tebal atau tipisnya lapisan tanah
Daerah yang memiliki topografi miring dan berbukit lapisan tanahnya
lebih tipis karena tererosi, sedangkan daerah yang datar lapisan
tanahnya tebal karena terjadi sedimentasi.
b. Sistem drainase/pengaliran
Daerah yang drainasenya jelek seperti sering tergenang menyebabkan tanahnya menjadi asam.
5. Waktu
Tanah merupakan benda alam yang terus menerus berubah, akibat
pelapukan dan pencucian yang terus menerus. Oleh karena itu tanah akan
menjadi semakin tua dan kurus. Mineral yang banyak mengandung unsur hara
telah habis mengalami pelapukan sehingga tinggal mineral yang sukar
lapuk seperti kuarsa. Karena proses pembentukan tanah yang terus
berjalan, maka induk tanah berubah berturut-turut menjadi tanah muda,
tanah dewasa, dan tanah tua.
Tanah Muda ditandai oleh proses pembentukan tanah
yang masih tampak pencampuran antara bahan organik dan bahan mineral
atau masih tampak struktur bahan induknya. Contoh tanah muda adalah
tanah
aluvial,
regosol dan
litosol.
Tanah Dewasa ditandai oleh proses yang lebih lanjut
sehingga tanah muda dapat berubah menjadi tanah dewasa, yaitu dengan
proses pembentukan horison B. Contoh tanah dewasa adalah
andosol, latosol, grumosol.
Tanah Tua proses pembentukan tanah berlangsung lebih
lanjut sehingga terjadi proses perubahan-perubahan yang nyata pada
horizon-horoson A dan B. Akibatnya terbentuk horizon A1, A2, A3, B1, B2,
B3. Contoh tanah pada tingkat tua adalah jenis tanah
podsolik dan
latosol tua (
laterit).
Lamanya waktu yang diperlukan untuk pembentukan tanah
berbeda-beda. Bahan induk vulkanik yang lepas-lepas seperti abu vulkanik
memerlukan waktu 100 tahun untuk membentuk tanah muda, dan 1000 –
10.000 tahun untuk membentuk tanah dewasa.
Kosa Kata
Soil : tanah
Land : lahan
Fisis : benda-benda mati di sekitar kita
Biotik : benda hidup
Abiotik : benda mati
Relief : tinggi rendahnya permukaan bumi
Topografi : ketinggian tempat atau lereng
Vegetasi : tumbuhan Jasad renik/
Mikroorganisme : makhluk hidup yang ukurannya sangat kecil
Organisme : makhluk hidup
Pelapukan : penghancuran batuan
C. JENIS-JENIS TANAH DI INDONESIA
Jenis tanah yang terdapat di Indonesia bermacam-macam, antara lain:
1. Organosol atau Tanah Gambut atau Tanah Organik
Jenis tanah ini berasal dari bahan induk organik seperti dari hutan
rawa atau rumput rawa, dengan ciri dan sifat: tidak terjadi deferensiasi
horizon secara jelas, ketebalan lebih dari 0.5 meter, warna coklat
hingga kehitaman, tekstur debu lempung, tidak berstruktur, konsistensi
tidak lekat-agak lekat, kandungan organik lebih dari 30% untuk tanah
tekstur lempung dan lebih dari 20% untuk tanah tekstur pasir, umumnya
bersifat sangat asam (pH 4.0), kandungan unsur hara rendah.
Berdasarkan penyebaran topografinya, tanah gambut dibedakan menjadi tiga yaitu:
a. gambut ombrogen: terletak di dataran pantai berawa, mempunyai
ketebalan 0.5 – 16 meter, terbentuk dari sisa tumbuhan hutan dan rumput
rawa, hampir selalu tergenang air, bersifat sangat asam. Contoh
penyebarannya di daerah dataran pantai Sumatra, Kalimantan dan Irian
Jaya (Papua);
b. gambut topogen: terbentuk di daerah cekungan (depresi) antara
rawa-rawa di daerah dataran rendah dengan di pegunungan, berasal dari
sisa tumbuhan rawa, ketebalan 0.5 – 6 meter, bersifat agak asam,
kandungan unsur hara relatif lebih tinggi. Contoh penyebarannya di Rawa
Pening (Jawa Tengah), Rawa Lakbok (Ciamis, Jawa Barat), dan Segara
Anakan (Cilacap, Jawa Tengah); dan
c. gambut pegunungan: terbentuk di daerah topografi pegunungan,
berasal dari sisa tumbuhan yang hidupnya di daerah sedang (vegetasi
spagnum). Contoh penyebarannya di Dataran Tinggi Dieng.
Berdasarkan susunan kimianya tanah gambut dibedakan menjadi:
a. gambut eutrop, bersifat agak asam, kandungan O2 serta unsur haranya lebih tinggi;
b. gambut oligotrop, sangat asam, miskin O2 , miskin unsur hara, biasanya selalu tergenang air; dan
c. mesotrop, peralihan antara eutrop dan oligotrop.
2. Aluvial
Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami perkembangan, berasal
dari bahan induk aluvium, tekstur beraneka ragam, belum terbentuk
struktur , konsistensi dalam keadaan basah lekat, pH bermacam-macam,
kesuburan sedang hingga tinggi. Penyebarannya di daerah dataran aluvial
sungai, dataran aluvial pantai dan daerah cekungan (depresi).
3. Regosol
Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami diferensiasi horizon,
tekstur pasir, struktur berbukit tunggal, konsistensi lepas-lepas, pH
umumnya netral, kesuburan sedang, berasal dari bahan induk material
vulkanik piroklastis atau pasir pantai. Penyebarannya di daerah lereng
vulkanik muda dan di daerah beting pantai dan gumuk-gumuk pasir pantai.
4. Litosol
Tanah mineral tanpa atau sedikit perkembangan profil, batuan induknya
batuan beku atau batuan sedimen keras, kedalaman tanah dangkal (< 30
cm) bahkan kadang-kadang merupakan singkapan batuan induk (outerop).
Tekstur tanah beranekaragam, dan pada umumnya berpasir, umumnya tidak
berstruktur, terdapat kandungan batu, kerikil dan kesuburannya
bervariasi. Tanah litosol dapat dijumpai pada segala iklim, umumnya di
topografi berbukit, pegunungan, lereng miring sampai curam.
5. Latosol
Jenis tanah ini telah berkembang atau terjadi diferensiasi horizon,
kedalaman dalam, tekstur lempung, struktur remah hingga gumpal,
konsistensi gembur hingga agak teguh, warna coklat merah hingga
kuning. Penyebarannya di daerah beriklim basah, curah hujan lebih dari
300 – 1000 meter, batuan induk dari tuf, material vulkanik, breksi
batuan beku intrusi.
6. Grumosol
Tanah mineral yang mempunyai perkembangan profil, agak tebal, tekstur
lempung berat, struktur kersai (granular) di lapisan atas dan gumpal
hingga pejal di lapisan bawah, konsistensi bila basah sangat lekat dan
plastis, bila kering sangat keras dan tanah retak-retak, umumnya
bersifat alkalis, kejenuhan basa, dan kapasitas absorpsi tinggi,
permeabilitas lambat dan peka erosi. Jenis ini berasal dari batu kapur,
mergel, batuan lempung atau tuf vulkanik bersifat basa. Penyebarannya di
daerah iklim sub humid atau sub arid, curah hujan kurang dari 2500
mm/tahun.
7. Podsolik Merah Kuning
Tanah mineral telah berkembang, solum (kedalaman) dalam, tekstur
lempung hingga berpasir, struktur gumpal, konsistensi lekat, bersifat
agak asam (pH kurang dari 5.5), kesuburan rendah hingga sedang, warna
merah hingga kuning, kejenuhan basa rendah, peka erosi. Tanah ini
berasal dari batuan pasir kuarsa, tuf vulkanik, bersifat asam. Tersebar
di daerah beriklim basah tanpa bulan kering, curah hujan lebih dari 2500
mm/tahun.
8. Podsol
Jenis tanah ini telah mengalami perkembangan profil, susunan horizon
terdiri dari horizon albic (A2) dan spodic (B2H) yang jelas, tekstur
lempung hingga pasir, struktur gumpal, konsistensi lekat, kandungan
pasir kuarsanya tinggi, sangat masam, kesuburan rendah, kapasitas
pertukaran kation sangat rendah, peka terhadap erosi, batuan induk
batuan pasir dengan kandungan kuarsanya tinggi, batuan lempung dan tuf
vulkan masam. Penyebaran di daerah beriklim basah, curah hujan lebih
dari 2000 mm/tahun tanpa bulan kering, topografi pegunungan. Daerahnya
Kalimantan Tengah, Sumatra Utara dan Irian Jaya (Papua).
9. Andosol
Jenis tanah mineral yang telah mengalami perkembangan profil, solum
agak tebal, warna agak coklat kekelabuan hingga hitam, kandungan organik
tinggi, tekstur geluh berdebu, struktur remah, konsistensi gembur dan
bersifat licin berminyak (
smeary), kadang-kadang berpadas
lunak, agak asam, kejenuhan basa tinggi dan daya absorpsi sedang,
kelembaban tinggi, permeabilitas sedang dan peka terhadap erosi. Tanah
ini berasal dari batuan induk abu atau tuf vulkanik.
10. Mediteran Merah – Kuning
Tanah mempunyai perkembangan profil, solum sedang hingga dangkal,
warna coklat hingga merah, mempunyai horizon B argilik, tekstur geluh
hingga lempung, struktur gumpal bersudut, konsistensi teguh dan lekat
bila basah, pH netral hingga agak basa, kejenuhan basa tinggi, daya
absorpsi sedang, permeabilitas sedang dan peka erosi, berasal dari
batuan kapur keras (
limestone) dan tuf vulkanis bersifat basa.
Penyebaran di daerah beriklim sub humid, bulan kering nyata. Curah hujan
kurang dari 2500 mm/tahun, di daerah pegunungan lipatan,
topografi Karst dan lereng vulkan ketinggian di bawah 400 m. Khusus
tanah mediteran merah – kuning di daerah topografi Karst disebut
terra rossa.
11. Hodmorf Kelabu (gleisol)
Jenis tanah ini perkembangannya lebih dipengaruhi oleh faktor lokal,
yaitu topografi merupakan dataran rendah atau cekungan, hampir selalu
tergenang air, solum tanah sedang, warna kelabu hingga kekuningan,
tekstur geluh hingga lempung, struktur berlumpur hingga masif,
konsistensi lekat, bersifat asam (pH 4.5 – 6.0), kandungan bahan
organik. Ciri khas tanah ini adanya lapisan glei kontinu yang berwarna
kelabu pucat pada kedalaman kurang dari 0.5 meter akibat dari profil
tanah selalu jenuh air. Penyebaran di daerah beriklim humid hingga sub
humid, curah hujan lebih dari 2000 mm/tahun.
12. Tanah sawah (paddy soil)
Tanah sawah ini diartikan tanah yang karena sudah lama (ratusan
tahun) dipersawahkan memperlihatkan perkembangan profil khas, yang
menyimpang dari tanah aslinya. Penyimpangan antara lain berupa
terbentuknya lapisan bajak yang hampir kedap air disebut padas olah,
sedalam 10 – 15 cm dari muka tanah dan setebal 2 – 5 cm. Di bawah
lapisan bajak tersebut umumnya terdapat lapisan mangan dan besi,
tebalnya bervariasi antara lain tergantung dari permeabilitas tanah.
Lapisan tersebut dapat merupakan lapisan padas yang tak
tembus perakaran, terutama bagi tanaman semusim. Lapisan bajak tersebut
nampak jelas pada tanah latosol, mediteran dan regosol, samara-samar
pada tanah aluvial dan grumosol.
KOSA KATA
Horison tanah :
lapisan tanah yang letaknya atau sejajar dengan permukaan tanah
Solum :
kedalaman tanah
Arid :
daerah kurang hujan
Humid :
daerah lembab
Tuff :
bahan vulkanik yang membatu dan menjadi butiran
Intrusi :
resapan/penyusupan
Absorpsi :
penyerapan
Karst :
kapur
Permeabilitas :
dapat ditembus air
D. PENYEBAB TERJADINYA KERUSAKAN TANAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEHIDUPAN
1. Penyebab Kerusakan Tanah
Kerusakan tanah dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain sebagai berikut:
a. Perusakan hutan
Akibat dari hutan yang rusak dapat mengurangi daya serap tanah
dan mengurangi kemampuannya dalam menampung dan menahan air,
sehingga tanah mudah tererosi.
b. Proses kimiawi air hujan
Air hujan merupakan faktor utama terjadinya kerusakan tanah melalui
proses perubahan kimiawi dan sebagian lagi karena proses mekanis.
c. Proses mekanis air hujan
Air hujan yang turun sangat deras dapat mengikis dan menggores tanah
di permukaannya sehingga bisa terbentuk selokan. Pada daerah yang
tidak bervegetasi, hujan lebat dapat menghanyutkan tanah berkubik-kubik.
Air hujan dapat pula menghanyutkan lumpur sehingga terjadi banjir
lumpur.
d. Tanah longsor
Tanah longsor adalah turunnya atau ambruknya tanah dan bebatuan
ke bawah bukit. Hujan mempercepat longsornya tanah karena tanah
menjadi longgar dan berat. Pelongsoran hanya terjadi pada lapisan luar
yang terlepas dari permukaan tanah.
e. Erosi oleh air hujan
Pergerakan tanah dapat disebabkan oleh air hujan, misalnya tanah
labil yang ada di pinggir-pinggir sungai apabila tertimpa hujan lebat
akan lepas dan jatuh ke sungai.
f. Kehilangan unsur hara dan bahan organik dari daerah perakaran.
g. Terkumpulnya garam di daerah perakaran (salinisasi).
h. Penjenuhan tanah oleh air (waterlogging) dan erosi.
2. Dampak Kerusakan Tanah terhadap Kehidupan
Kerusakan tanah yang utama adalah akibat erosi. Erosi tidak hanya
menyebabkan kerusakan tanah di tempat erosi, tetapi juga
kerusakan-kerusakan di tempat lain yaitu hasil-hasil erosi tersebut
diendapkan.
a. Kerusakan di tempat terjadinya erosi
Kerusakan tanah di tempat terjadinya erosi terutama akibat
hilangnya sebagian tanah dari tempat tersebut karena erosi. Hilangnya
sebagian tanah ini mengakibatkan hal-hal berikut:
1) penurunan produktifitas tanah;
2) kehilangan unsur hara yang diperlukan tanaman;
3) kualitas tanaman menurun;
4) laju infiltrasi dan kemampuan tanah menahan air berkurang;
5) struktur tanah menjadi rusak;
6) lebih banyak tenaga diperlukan untuk mengolah tanah;
7) erosi gully dan tebing (longsor) menyebabkan lahan terbagi-bagi dan mengurangi luas lahan yang dapat ditanami; dan
8) pendapatan petani berkurang.
b. Kerusakan di tempat penerima hasil erosi
Erosi dapat juga menyebabkan kerusakan-kerusakan di tempat
penerima hasil erosi. Erosi memindahkan tanah berikut senyawa-senyawa
kimia yang ada di dalamnya seperti unsur-unsur hara tanaman (N,P, bahan
organik dan sebagainya) atau sisa-sisa pestisida dan herbisida (DDT,
Endrin dan lainlain). Pengendapan bahan-bahan tanah berikut
senyawa-senyawa kimia yang dikandungnya dapat dikatakan sebagai polusi
(pencemaran) di tempat tersebut. Pencemaran yang disebabkan oleh
bahan-bahan padat tanah disebut “polusi sedimen”, sedangkan pencemaran
oleh senyawa-senyawa kimia yang ada di dalam tanah disebut “polusi
kimia”. Polusi kimia dari tanah dapat dibedakan menjadi polusi kimia
dari unsur hara (pupuk) dan polusi kimia dari pestisida/ herbisida.
Polusi sedimen: adalah pengendapan bahan tanah yang tererosi ke tempat lain.
Pengendapan ini dapat menyebabkan:
- Pendangkalan sungai sehingga kapasitas sungai menurun.
Akibatnya menambah terjadinya banjir, apalagi kalau banyak air mengalir
sebagai aliran permukaan (run off) karena hilangnya vegetasi di daerah
hulu.
- Tanah-tanah yang subur kadang-kadang menjadi rusak karena
tertimbun oleh tanah-tanah kurus atau batu-batuan, pasir, kerikil dari
tempat lain.
- Apabila digunakan untuk air minum, air yang kotor itu perlu lebih banyak biaya untuk membersihkannya.
- Karena air yang keruh, maka mengurangi fotosintesis dari tanaman air (karena sinar matahari sulit menembus air).
- Perubahan-perubahan dalam jumlah bahan yang diangkut
mempengaruhi keseimbangan sungai tersebut. Apabila terjadi pengendapan
di suatu dam, maka air yang telah kehilangan sebagian dari bahan yang
diangkutnya tersebut akan mencari keseimbangan baru dengan mengikis
dasar saluran atau pondasi dari dam tersebut sehingga menyebabkan
kerusakan.
- Kadang-kadang polusi sedimen dapat memberi pengaruh baik yaitu bila
terjadi pengendapan tanah-tanah subur, misalnya tanah-tanah aluvial di
sekitar sungai.
Polusi kimia dari pupuk. Polusi kimia dari pupuk
merupakan polusi unsur-unsur hara tanaman. Tanah-tanah yang dipindahkan
oleh erosi pada umumnya mengandung unsur hara lebih tinggi daripada
tanah yang ditinggalkannya. Hal ini disebabkan lapisan tanah yang
tererosi umumnya adalah lapisan atas yang subur. Disamping itu fraksi
tanah yang halus (debu) lebih mudah tererosi oleh karena itu unsur hara
dari pupuk terutama “P” sebagian besar diserap butir-butir
tanah tersebut maka banyak unsur “P” yang hilang karena erosi. Disamping
itu sebagian besar “P” dalam tanah sukar larut sehingga P diangkut ke
tempat lain bersama bagian-bagian padat dari tanah. Unsur-unsur hara
yang mudah larut seperti Nitrogen (Nitrat), umumnya diangkut ke tempat
lain bersama dengan aliran permukaan (run off) atau air infiltrasi
(peresapan).
- Polusi unsur hara N dan P pada air irigasi memberi akibat baik karena dapat menyuburkan tanaman.
- Polusi N pada air minum dapat membahayakan kesehatan. Misalnya
terlalu banyak Nitrat akan menyebabkan penyakit pada bayi yang dikenal
dengan nama Metahemoglobinemia.
- Polusi unsur hara di danau dapat mengganggu keseimbangan biologis.
Danau yang tadinya miskin unsur hara (oligotropik) diperkaya dengan
unsur P dan unsur hara lain sehingga kesuburannya meningkat menjadi
sedang (mesotropik), dan seterusnya menjadi subur (eutropik). Proses ini
disebut proses eutrofikasi. Sebagai akibat proses eutrofikasi ini maka
terjadilah perkembangan algae yang sangat banyak (algae bloom), sehingga
mengurangi tersedianya oksigen bagi ikan dan makhluk lain yang hidup
dalam air tersebut. Selain itu air yang penuh algae akan mempunyai rasa
dan bau yang tidak enak untuk keperluan air minum. Pencegahan polusi
unsur hara yang terbaik adalah dengan cara pemberian pupuk sedemikian
rupa sehingga semua unsur hara dapat diserap tanaman. Dalam prakteknya
hal demikian tidak mungkin dapat dilakukan sehingga
dianjurkan penanggulangan yang lebih praktis yaitu dengan cara mencegah
terjadinya erosi dan
run off yang berlebihan dengan menggunakan kaidah-kaidah pengawetan tanah dan air.
Polusi kimia oleh bahan-bahan pestisida. Pestisida
dapat digolongkan menjadi dua golongan besar yaitu pestisida yang mudah
larut (hancur) dan pestisida yang sukar hancur. Golongan yang sukar
hancur (larut) merupakan polusi pestisida yang utama. Disamping sukar
larut jenis pestisida ini diserap oleh butirbutir tanah halus seperti
halnya unsur P sehingga lebih banyak terangkut ke tempat lain bersama
tanah-tanah yang tererosi. Seperti halnya unsur hara, polusi pestisida
banyak menimbulkan masalah pada persediaan air, terutama mengganggu pada
bidang kesehatan. Ada hal yang perlu diketahui yaitu terjadinya proses
biomagnification melalui siklus
rantai makanan untuk beberapa jenis pestisida terutama yang dapat
diserap dengan kuat dalam jaringan tubuh seperti DDT. Dengan proses ini
pestisida yang mula-mula berkonsentrasi sangat kecil yang tidak
membahayakan lalu semakin banyak dan menjadi fatal (dapat menyebabkan
kematian). Pencegahan terjadinya polusi pestisida dapat dilakukan dengan
membatasi penggunaan pestisida yang banyak menimbulkan residu seperti
DDT, Aldrin, Dieldrin, dan sebagainya. Pencegahan yang paling baik sudah
barang tentu mencegah terjadinya erosi dari sumbernya. Dengan cara ini
maka pestisida dan unsur hara yang terikat dalam butir-butir tanah (DDT,
Aldrin, Dieldrin) dapat dicegah untuk tidak menjadi sumber polusi.
Unsur hara dan pestisida yang mudah larut masih dapat mengalir ke tempat
lain bersama air
run off dan infiltrasi, tetapi sumber polusi jenis ini tidak terlalu begitu membahayakan.
KOSA KATA
Biomagnification :
penyerapan bahan ke dalam tubuh secara perlahan-lahan
Run off :
pengaliran air di permukaan bumi
Infiltrasi :
peresapan
Oligotropik :
miskin unsur hara (tidak subur)
Mesotropik :
unsur hara cukup (kesuburan sedang)
Entropik :
unsur hara kaya (sangat subur)
Alga boom :
alga menjadi sangat banyak
E. USAHA MENGURANGI EROSI TANAH
Erosi adalah suatu proses penghancuran tanah (detached) dan kemudian
tanah tersebut dipindahkan ke tempat lain oleh kekuatan air, angina,
gletser atau gravitasi. Di Indonesia erosi yang terpenting adalah
disebabkan oleh air.
Jenis-jenis Erosi oleh Air:
1. Pelarutan
Tanah kapur mudah dilarutkan air sehingga di daerah kapur sering ditemukan sungai-sungai di bawah tanah.
2. Erosi percikan (splash erosion)
Curah hujan yang jatuh langsung ke tanah dapat melemparkan
butir-butir tanah sampai setinggi 1 meter ke udara. Di daerah yang
berlereng, tanah yang terlempar tersebut umumnya jatuh ke lereng di
bawahnya.
3. Erosi lembar (sheet erosion)
Pemindahan tanah terjadi lembar demi lembar (lapis demi lapis) mulai
dari lapisan yang paling atas. Erosi ini sepintas lalu tidak terlihat,
karena kehilangan lapisan-lapisan tanah seragam, tetapi dapat berbahaya
karena pada suatu saat seluruh
top soil akan habis.
4. Erosi alur (rill erosion)
Dimulai dengan genangan-genangan kecil setempat-setempat di suatu
lereng, maka bila air dalam genangan itu mengalir, terbentuklah
alur-alur bekas aliran air tersebut. Alur-alur itu mudah dihilangkan
dengan pengolahan tanah biasa.
5. Erosi gully (gully erosion)
Erosi ini merupakan lanjutan dari erosi alur tersebut di atas. Karena
alur yang terus menerus digerus oleh aliran air terutama di
daerah-daerah yang banyak hujan, maka alur-alur tersebut menjadi dalam
dan lebar dengan aliran air yang lebih kuat. Alur-alur tersebut tidak
dapat hilang dengan pengolahan tanah biasa.
6. Erosi parit (channel erosion)
Parit-parit yang besar sering masih terus mengalir lama setelah hujan
berhenti. Aliran air dalam parit ini dapat mengikis dasar parit atau
dinding-dinding tebing parit di bawah permukaan air, sehingga tebing
diatasnya dapat runtuh ke dasar parit. Adanya gejala
meander dari alirannya dapat meningkatkan pengikisan tebing di tempat-tempat tertentu.
7. Longsor
Tanah longsor terjadi karena gaya gravitasi. Biasanya karena tanah di
bagian bawah tanah terdapat lapisan yang licin dan kedap air (sukar
ketembus air) seperti batuan liat. Dalam musim hujan tanah diatasnya
menjadi jenuh air sehingga berat, dan bergeser ke bawah melalui lapisan
yang licin tersebut sebagai tanah longsor.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Erosi
Beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya erosi air adalah :
1. Curah hujan
Sifat-sifat yang perlu diketahui adalah:
- Intensitas hujan: menunjukkan banyaknya curah hujan persatuan waktu. Biasanya dinyatakan dalam mm/jam atau cm/jam.
- Jumlah hujan: menunjukkan banyaknya air hujan selama terjadi hujan, selama satu bulan atau selama satu tahun dan sebagainya.
- Distribusi hujan: menunjukkan penyebaran waktu terjadinya hujan.
2. Sifat-sifat tanah
Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi kepekaan tanah terhadap erosi adalah:
- Tekstur tanah
Tanah dengan tekstur kasar seperti pasir adalah tahan terhadap erosi,
karena butir-butir yang besar (kasar) tersebut memerlukan lebih
banyak tenaga untuk mengangkut. Tekstur halus seperti liat, tahan
terhadap erosi karena daya rekat yang kuat sehingga gumpalannya sukar
dihancurkan. Tekstur tanah yang paling peka terhadap erosi adalah debu
dan pasir sangat halus. Oleh karena itu makin tinggi kandungan debu
dalam tanah, maka tanah menjadi makin peka terhadap erosi.
- Bentuk dan kemantapan stuktur tanah
Bentuk struktur tanah yang membulat (granuler, remah, gumpal
membulat) menghasilkan tanah dengan daya serap tinggi sehingga air mudah
meresap ke dalam tanah, dan aliran permukaan menjadi kecil, sehingga
erosi juga kecil. Struktur tanah yang mantap tidak akan mudah hancur
oleh pukulan27 pukulan air hujan, akan tahan terhadap erosi. Sebaliknya
struktur tanah yang tidak mantap, sangat mudah oleh pukulan air hujan,
menjadi butir-butir halus sehingga menutup pori-pori tanah. Akibatnya
air infiltrasi terhambat dan aliran permukaan meningkat yang berarti
erosi juga akan meningkat.
- Daya infiltrasi tanah
Apabila daya infiltrasi tanah besar, berarti air mudah meresap ke
dalam tanah, sehingga aliran permukaan kecil dan erosi juga kecil.
- Kandungan bahan organik
Kandungan bahan organik menentukan kepekaan tanah terhadap
erosi karena bahan organik mempengaruhi kemantapan struktur tanah. Tanah
yang mantap tahan terhadap erosi.
3. Lereng
Erosi akan meningkat apabila lereng semakin curam atau semakin
panjang. Apabila lereng makin curam maka kecepatan aliran permukaan
meningkat sehingga kekuatan mengangkut meningkat pula. Lereng yang
semakin panjang menyebabkan volume air yang mengalir menjadi semakin
besar.
4. Vegetasi (tumbuhan)
Pengaruh vegetasi terhadap erosi adalah:
- Menghalangi air hujan agar tidak jatuh langsung di permukaan tanah,
sehingga kekuatan untuk menghancurkan tanah dapat dikurangi.
- Menghambat aliran permukaan dan memperbanyak air infiltrasi.
- Penyerapan air kedalam tanah diperkuat oleh transpirasi (penguapan)
melalui vegetasi. Hutan paling efektif dalam mencegah erosi karena
daun-daunnya dan rumputnya rapat. Untuk pencegahan erosi paling sedikit
70% tanah harus tertutup vegetasi.
5. Manusia
Kepekaan tanah terhadap erosi dapat diubah oleh manusia menjadi lebih
baik atau buruk. Pembuatan teras-teras pada tanah berlereng curam
merupakan pengaruh baik manusia, karena dapat mengurangi erosi.
Sebaliknya penggundulan hutan di daerah pegunungan merupakan pengaruh
yang jelek karena dapat menyebabkan erosi dan banjir.
Metode Pengawetan Tanah
Metode pengawet tanah pada umumnya dilakukan untuk:
1. Melindungi tanah dari curahan langsung air hujan.
2. Meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah.
3. Mengurangi
run off (aliran air di permukaan tanah).
4. Meningkatkan stabilitas agregat tanah
Beberapa metode pengawetan tanah dibagi menjadi tiga yaitu:
1. Metode Vegetatif
Metode vegetatif adalah metode pengawetan tanah dengan cara
menanam vegetasi (tumbuhan) pada lahan yang dilestarikan. Metode ini
sangat efektif dalam pengontrolan erosi. Ada beberapa cara mengawetkan
tanah melalui metode vegetatif antara lain:
a. Penghijauan, yaitu penanaman kembali hutan-hutan gundul dengan
jenis tanaman tahunan seperti akasia, angsana, flamboyant. Fungsinya
untuk mencegah erosi, mempertahankan kesuburan tanah, dan menyerap
debu/ kotoran di udara lapisan bawah.
b. Reboisasi, yaitu penanaman kembali hutan gundul dengan jenis
tanaman keras seperti pinus, jati, rasamala, cemara. Fungsinya untuk
menahan erosi dan diambil kayunya.
c. Penanaman secara kontur (contour strip cropping), yaitu menanami
lahan searah dengan garis kontur. Fungsinya untuk menghambat kecepatan
aliran air dan memperbesar resapan air ke dalam tanah. Cara ini sangat
cocok dilakukan pada lahan dengan kemiringan 3 – 8%
d. Penanaman tumbuhan penutup tanah (buffering), yaitu menanam
lahan dengan tumbuhan keras seperti pinus, jati, cemara. Fungsinya
untuk menghambat penghancuran tanah permukaan oleh air hujan,
memperlambat erosi dan memperkaya bahan organik tanah.
e. Penanaman tanaman secara berbaris (strip cropping), yaitu
melakukan penanaman berbagai jenis tanaman secara berbaris (larikan).
Penanaman berbaris tegak lurus terhadap arah aliran air atau arah angin.
Pada daerah yang hampir datar jarak tanaman diperbesar, pada kemiringan
lebih dari 8% jarak tanaman dirapatkan. Fungsinya untuk mengurangi
kecepatan erosi dan mempertahankan kesuburan tanah.
f. Pergiliran tanaman (croprotation), yaitu penanaman tanaman
secara bergantian (bergilir) dalam satu lahan. Jenis tanamannya
disesuaikan dengan musim. Fungsinya untuk menjaga agar kesuburan tanah
tidak berkurang.
2. Metode Mekanik/Teknik
Metode mekanik adalah metode mengawetkan tanah melalui
teknik-teknik pengolahan tanah yang dapat memperlambat aliran permukaan
(run off), menampung dan menyalurkan aliran permukaan dengan kekuatan
tidak merusak.
Beberapa cara yang umum dilakukan pada metode mekanik antara lain:
a. Pengolahan tanah menurut garis kontur (contour village), yaitu
pengolahan tanah sejajar garis kontur. Fungsinya untuk menghambat aliran
air, dan memperbesar resapan air.
b. Pembuatan tanggul/guludan/pematang bersaluran, yaitu dalam
pembuatan tanggul sejajar dengan kontur. Fungsinya agar air hujan dapat
tertampung dan meresap ke dalam tanah. Pada tanggul dapat ditanami
palawija.
c. Pembuatan teras (terrassering), yaitu membuat teras-teras
(tangga-tangga) pada lahan miring dengan lereng yang panjang. Fungsinya
untuk memperpendek panjang lereng, memperbesar resapan air dan
mengurangi erosi.
d. Pembuatan saluran air (drainase). Saluran pelepasan air ini dibuat
untuk memotong lereng panjang menjadi lereng yang pendek, sehingga
aliran dapat diperlambat dan mengatur aliran air sampai ke sungai.
Metode pengawetan tanah akan sangat efektif apabila metode mekanik dikombinasikan dengan metode vegetatif misalnya
terrassering dan
buffering.
3. Metode Kimia
Metode kimia dilakukan dengan menggunakan bahan kimia untuk
memperbaiki struktur tanah, yaitu meningkatkan kemantapan agregat
(struktur tanah). Tanah dengan struktur yang mantap tidak mudah hancur
oleh pukulan air hujan, sehingga air infiltrasi tetap besar dan aliran
air permukaan (run off) tetap kecil. Penggunaan bahan kimia untuk
pengawetan tanah belum banyak dilakukan, walaupun cukup efektif tetapi
biayanya mahal. Pada saat sekarang ini umumnya masih dalam tingkat
percobaan-percobaan. Beberapa jenis bahan kimia yang sering digunakan
untuk tujuan ini antara lain Bitumen dan Krilium. Emulsi dari bahan
kimia tersebut dicampur dengan air, misalnya dengan perbandingan 1:3,
kemudian dicampur dengan tanah.
terima kasih ya , ini sgt membantu ;;)
oy ada unsur” pmbntuk tnh gx
kalau yang dimaksud unsur2 kimia, mungkin dari postingan ini saya bisa membantu sedikit :
“d. Kandungan unsur-unsur kimia yang terdapat pada tanaman berpengaruh terhadap sifat-sifat tanah. Contoh, jenis cemara akan memberi unsurunsur kimia seperti Ca, Mg, dan K yang relatif rendah, akibatnya tanah di bawah pohon cemara derajat keasamannya lebih tinggi daripada tanah di bawah pohon jati.
3. Bahan Induk
Bahan induk terdiri dari batuan vulkanik, batuan beku, batuan sedimen (endapan), dan batuan metamorf. Batuan induk itu akan hancur menjadi bahan induk, kemudian akan mengalami pelapukan dan menjadi tanah.
Tanah yang terdapat di permukaan bumi sebagian memperlihatkan sifat (terutama sifat kimia) yang sama dengan bahan induknya. Bahan induknya masih terlihat misalnya tanah berstuktur pasir berasal dari bahan induk yang kandungan pasirnya tinggi. Susunan kimia dan mineral bahan induk akan mempengaruhi intensitas tingkat pelapukan dan vegetasi diatasnya. Bahan induk yang banyak mengandung unsur Ca akan membentuk tanah dengan kadar ion Ca yang banyak pula sehingga dapat menghindari pencucian asam silikat dan sebagian lagi dapat membentuk tanah yang berwarna kelabu. Sebaliknya bahan induk yang kurang kandungan kapurnya membentuk tanah yang warnanya lebih merah.”
agar kita juga tahu..
terima kasih..